Solusi Pembangunan PPA di Papua, Sosialisasi UU KDRT Hingga Bentuk Forkom
By Abdi Satria
nusakini.com-Jayapura- Perceraian, penelantaran anak, pengguna narkoba dan minuman keras usia anak, kekerasan fisik, hingga kekurangan gizi pada ibu hamil dan balita, merupakan sejumlah masalah yang dialami perempuan dan anak di wilayah Papua dan Papua Barat. Hal ini mengemuka dalam diskusi panel Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dengan Pendekatan Adat, Agama, dan Pemerintah di Jayapura.
“Di setiap wilayah, setiap daerah memiliki permasalahan terkait perempuan dan anak. Namun yang terpenting adalah upaya kita menemukan solusi dan menyelesaikannya bersama,” ujar Agustina Erni, Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada penutupan bimtek, Jumat (2/8).
Agustina Erni menjelaskan, melalui bimtek Kemen PPPA ingin mengembangkan pemahaman tentang pentingnya perempuan dan anak untuk pembangunan di Tanah Papua, serta memunculkan sinergi, kerjasama dan kolaborasi satu batu tiga tungku (adat, agama, pemerintah).
Guna menjawab tantangan upaya perlindungan perempuan dan anak yang muncul di Tanah Papua, peserta bimtek membentuk kesepakatan berupa rekomendasi dan rencana aksi dengan perspektif adat, agama dan pemerintah. Misalnya, pada wilayah adat Doberay yang memiliki permasalahan sosial anak, menyusun rencana pembentukan forum komunikasi bersama, sebagai wadah menyelesaikan berbagai masalah dan ruang sinergi lintas pihak.
Di wilayah adat Bomberai, isu perselingkuhan jadi penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga. “Rekomendasi kami dari wilayah adat Bomberai, tokoh agama perlu melakukan pembinaan dan pembekalan pra-nikah, serta melakukan sosialisasi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) melalui P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak),” ujar salah satu peserta asal Kabupaten Fak-Fak pada diskusi panel.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Papua, Anneke Rawar menyebut, bahwa selama ini tokoh adat, agama, dan pemerintah memang belum pernah duduk bersama secara komprehensif membahas isu perempuan dan anak.
“Pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan melahirkan generasi emas Papua. Bukan hanya pemerintah, lembaga adat dan lembaga agama juga bertanggung jawab. Kedepan, kami berharap penguatan kapasitas dan pendampingan bagi kami Satu Tungku Tiga Batu demi kesetaraan dan keadilan gender di Tanah Papua,” terang Anneke dalam acara penutupan bimtek.(leo)